Hubungan
kesehatan mental dengan kecerdasan emosional
Kecerdasan Emosi (EI)
Di tahun 1990, dua Psikolog, Peter
Salovey dan John Mayer mengeluarkan istilah kecerdasan emosi atau EI. Hal ini
mengacu pada keempat keterampilan yang saling berhubungan: kemampuan untuk
melihat, menggunakan, memahami dan mengelola atau mengatur emosi—milik kita
sendiri atau orang lain—sehingga dapat mencapai tujuan. Kecerdasan emosi
memungkinkan individu untuk memanfaatkan emosi untuk menghadapi lingkungan
sosial secara lebih efektif. Hal ini membutuhkan kesadaran mengenai tipe-tipe
perilaku yang sesuai dalam suatu kondisi sosial.
untuk mengukur kecerdasan emosi,
psikolog menggunakan tes kecerdasan emosi Mayer-Salovey-Caruso (MSCEIT) (Mayer,
Salovy, & Caruso, 2002), tes berdurasi 40 menit untuk menjawab pertanyaan
dari tes tersebut yang menghasilkan skor untuk setiap kemampuan tersebut,
sebagai nilai total.
Kecerdasan emosi berdampak pada
kualitas hubungan personal. Studi menemukan bahwa mahasiswa yang mendapat nilai
tinggi pada MSCEIT melaporkan cenderung lebih memiliki hubungan yang posisitf
dengan orang tua dan teman-temannya, sedangkan mahasiswa yang memiliki nilai
yang rendah pada MSCEIT melaporkan terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang
dan mengonsumsi alcohol berlebihan, dan tema-teman dekat mahasiswa yang
memiliki nilai tinggi dalam MSCEIT menilai sebagai orang yang cenderung lebih
memberikan dukungan emosional seetiap saat jika diperlukan. Pasangan mahasiswa
yang keduanya memiliki nilai tinggi pada MSCEIT memiliki hubungan yang
membahagiakan, saat pasangan yang nilainya rendah tidak berbahagia.
Kesehatan mental
Berdasarkan orientasi penyesuaian
diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat
menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan
yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari
masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di
sekitarnya.
Orang dewasa paruh baya lebih
mungkin mengalami distress psikologis serius: kesedihan yang berlebihan, rasa
gugup, putus asa, dan rasa tak berharga sepanjang waktu dari pada orang dewasa
yang lebih muda atau yang lebih tua. Individu dewasa dengan tekanan psikologis
yang serius lebih mungkin dibandingkan sebayanya didiagnosis menderita penyakit
jantung, diabetes, artritis atau stroke dan melaporkan perlu bantuan di
kehidupan sehari-hari seperti mandi dan
berpakaian.
Dalam studi nasional yang luas dari perempuan
usia paruh baya, sekitar 1 dari 4 menunjukkan gejala depresi. Sebagaimana studi
sebelumnya, prevalensi tertinggi terjadi diantara perempuan Afro Amerika dan
Hispanik Amerika dan terendah terjadi diantara perempuan china amerka dan
jepang amerika. Perbedaan SSE dan factor berisiko lainnya mungkin menjelaskan
kesenjangan ras/etnis tersebut. perempuan yang kurang berpendidikan dan
memiliki kesulitan memenuhi kebutuhan dasar lebih mungkin memiliki gejala
depresi. begitu juga, mereka yang menyebut kesehatan mereka buruk atau cukup
dan ada yang menyebut mereka berada dibawah tekanan atau kurang mendapatkan
dukungan sosial dan factor-faktor tersebut jauh lebih penting dibandingkan
tanda yang nyata dari SSE.
Kesehatan mental seseorang sangat
berpengaruh dalam kecerdasan emosinya. Pepatah kuno Solomon, “ Hati yang riang
adalh obat yang baik”, menjadi acuan bagi penelitian setiap saat. Emosi
negative seperti kecemasan dan putus asa sering kali dihubungkan dengan
kesehatan fisik dan mental yang buruk, dan emosi positif seperti harapan,
dihubungkan dengan kesehatan yang baik dan kehidupan yang lebih lama. Karena
otak berinteraksi dengan semua system biologis tubuh, perasaan dan kepercayaan
berpengaruh terhadap fungsi tubuh, termasuk fungsi system imun. Suasana hati
negative rupanya menahan fungsi system imun dan meningkatkan kerentanan pada
penyakit, suasana hati yang posisitf tampaknya mempertinggi fungsi imun.
Referensi :
Feist, G. J., & Feist, J.
(2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika
Papalia, D. E., & Feldman, R. D.
(2014). Experience human development 12th ed. Jakarta: Salemba Humanika.